Elegi Abadi
Di salah satu wadah pelajar mencari ilmu, oknum membuat drama.
Kami, terinjak oleh sepatah kata tetua yang sabdanya dibenarkan oleh kepemilikannya yang meninggi. Entah analogi apa yang diaspirasi lagi. Hanya yang tersemat, kami adalah sesama wanita pribumi. Tapi mirisnya ia dan sang nurani hangus dalam merapi. Tak apa, akan saya reka dramanya hari ini.
Dengan ini, saya berdeklarasi kerap terjadi retakan hati. Sebab akibat lidahnya bersua, “Macam apa hidup berlagak tuli oleh kebutaan diri-sendiri?”
Sampai kembali membuat saya lupa diri. Ia telah mencuri hak asasi. Merenggut peduli orang lain demi melabeli bahwa dirinya ialah pahlawan pertiwi. Padahal sekitarnya bukan pencuri yang akan mengganti kursi. Saya cukup terkejut, lantaran tutur katanya berkata, “Akan terjebak dalam jeruji diri-sendiri.” Menggambarkan seolah-olah ialah penguasa negeri ini.
Hanya karena terlambatnya pemahaman saya mengenai ilmunya, ia langsung memberi kecaman. Memojokkan saya seolah sampah di negeri ini, berkata saya tak akan berhasil padahal bukanlah ia yang memegang akses masa nanti. Haha, abadi, saya tidak akan pernah lupa siapa, kapan, dimana saya benar-benar sakit hati.
Tidak. Tidak hanya itu, beberapa orang juga menjadi korban. Perkataannya yang mengomentari raga membunuh korban. Tidak ada manusia sempurna, terlahir cantik dan tampan. Sungguh kuno saya berpikir jika apa-apa komentar dikaitkan dengan cantik dan tampan. Tapi ia dengan begitu mudah berkata. Perkataan yang tidak enak di dengar oleh hati.
Tempatnya mengabdi, yang menjadi wadah bagi para pelajar untuk mencari-cari arti ternodai. Jika saya ingin, saya bisa mengumbar semua nuraninya yang hangus dalam merapi. Oknum, buta diri. Hanya karena kuasanya berucap apa saja, menyapu bersih ambisi.
Ia, seorang wanita pribumi, oknum salah satu sekolah ternama yang seharusnya memberi arti terkait hayati, malah membela diri seolah diri-sendirinya bidadari.
Mengucap siapa yang dilihatnya tak berpendidikan hanya karena aspek visual. Seperti pekata tak tau mengaca. Etikanya seakan lenyap ditelan kuasa dunia, saya ingin berkata, “Kamu yang tak punya pendidikan, Bu.”
Comments
Post a Comment