Kolase Perihal Tuan

Di antara nada-nada lagu yang menenangkan. Kepala Puan hanyut menimang-nimang kolase masa lalu. Perihal Tuan, yang enggan ia tanyakan kabarnya. Perihal Tuan, yang masih ia tebak-tebak isi hatinya. 

Seandainya saja, Puan bisa membuka kembali pintu masa lalu, maka Puan akan berlari mencari-cari tempat persembunyian Tuan. Puan hanya ingin mengajak Tuan berbincang, tertawa bersama, dan mengenal lebih dekat lagi. 

Puan pasti tidak hanya akan terpaku menatap langit dengan perasaan hampa. Sambil mendongak, kegelapan awan mengingatkan Puan pada Tuan. “Apakah kita sedang menatap langit yang sama, Tuan? Dengan awan gelap yang sempurna membungkus malam? Tak ada hiasan lain, sebab langit mendung akan segera menurunkan hujan. Ataukah pada jarak yang amat jauh, kau menemukan awan yang sedikit bersinar? Dengan cahaya emas rembulan dan rasi bintang di sekitarnya?”

Tahun-tahun berlalu begitu cepat seperti kilatan cahaya dan gemuruh petir yang saling bersusulan, dan Puan selalu saja berkata, “Apakah Tuan masih menyimpan perasaan yang sama seperti kemarin? Mustahil, dengan hitungan jari satu tangan yang tidak cukup, tahun-tahun terlewati. Tidak mungkin Tuan tak jatuh hati pada yang lain.”

“Tetapi, bisakah Tuan mencintai satu hati untuk selamanya? Melewati badai hari, bulan, bahkan tahun-tahun dengan perasaan yang tak akan berubah?” tanya Puan.



Comments

Popular posts from this blog

Kita: Merekah Alegori

Kehilangan Pemilik Rumah