Pria Bajingan

Kau ..., persetan yang bertahan dalam aliran sandiwara, bajingan berwajah manusia tanpa etika.

Sehabis terik bulan memancar kegelapan. Mantra-mantra bergelombang dalam udara, menjerit deru napas sang bajingan yang menggelar bencana. Bersama langit redup, harsa pamit mendayu kata-kata kalimat busuk yang menusuk. Lidahmu tak pintar memainkan kata, hanya nasihat munafik yang keluar dari gerak bibir.

Kau, pria bajingan yang sangat banyak menanam benci dari tiap pasang mata menampakkan batang hidung. Kepada sang pencipta hanya berlindung baik atas nama. Kemana nuranimu? Bahkan anak yang sedang belajar merangkak pun enggan menghampiri tipu-tipu ahli tuturmu.

Tafsiran yang begitu jelas-jelas sangat hina. Lagakmu masih tak ingin mengaca? Kau berharap lebih, Tuan? Ingin bakti sempurna yang padahal tak pernah kau ajarkan sama sekali sejak lamanya?

Kau membuka suara, bak mengusik bising dunia. Mengorek ketenangan semesta dalam merayakan hari. 

Selamat, wacana laramu akan segera datang, kan? Sebab aku yakin, karma pasti tepat pada sasarannya. Aku terduduk manis di sini, menunggu segrah kabar sesalmu.

Comments

Popular posts from this blog

Kita: Merekah Alegori

Kehilangan Pemilik Rumah

Kolase Perihal Tuan